Kamis, 8 Rabiul Awal 11 H, demam Rasul SAW semakin meninggi. Beliau meminta kepada para sahabat yang berada di sekitarnya untuk mengambilkan kertas dan tinta. Beliau hendak menuliskan wasiat, sayang permintaan beliau tidak diindahkan. Tentang ini, Imam Bukhari dalam shahihnya melalui sanad Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas ra, menuliskan :"Ketika ajal Rasulullah telah hampir, dan di rumah beliau ada beberapa orang, diantara mereka Umar bin Khattab ra, beliau bersabda, 'Mari kutuliskan bagi kamu sebuah surat (wasiat) agar sesudah itu kamu tidak akan pernah sesat.' Namun Umar berkata, 'Nabi telah makin parah sakitnya, sedangkan Al-Qur'an ada pada kalian. Cukuplah kitab Allah bagi kita !'. Maka terjadilah perselisihan di antara yang hadir, dan mereka bertengkar. Sebagian berkata, 'Sediakan apa yang diminta oleh Nabi SAW agar menuliskan bagi kamu sesuatu yang menghindarkan kamu dari kesesatan. Tetapi sebagian yang lain menguatkan ucapan Umar. Dan ketika keributan dan pertengkaran makin bertambah dihadapan Nabi SAW; beliau memerintahkan 'Keluar kalian dari sini !'." Hadits ini tak diragukan sedikitpun kesahihannya. Al-Bukhari meriwayatkannya sekali lagi pada bab "Al-Ilmu" (Jilid I, hal 22). Muslim meriwayatkannya dalam Shahihnya pada akhir bab al-Washiyah dan juga tertulis dalam Musnad Ahmad jilid I hal. 355. Dua maksud saya menuliskan kembali hadits yang demi menjaga kehormatan dan nama baik sahabat, jarang (atau tidak sama sekali) disampaikan oleh para du'at maupun ulama. Pertama, untuk meluruskan pendapat sebagian kaum muslimin bahwa Nabi Muhammad SAW buta huruf , tidak tahu membaca dan menulis. Teks hadits di atas sangat jelas, Nabi Muhammad SAW bisa menulis dengan ucapannya, "Mari kutuliskan bagi kamu", bukan minta dituliskan. Dan tersebar ratusan hadits lainnya dalam kitab-kitab hadits tentang kemampuan Rasulullah baca tulis. Ayat Alquran yang pertama turun juga menyiratkan bahwa bahwa Nabi Muhammad tidak buta huruf. Sebab, sebuah kesia-siaan saja bila Allah menyapa Nabi Muhammad dengan perintah untuk membaca. Karenanya, bagi Syekh Al-Maqdisi, penulis buku Nabi Muhammad, Buta Huruf atau Genius? (Mengungkap Misteri “Keummian” Rasulullah) jawabannya jelas: Ada tafsir sejarah yang keliru terhadap kapasitas Rasulullah, khususnya dalam soal baca-tulis. Dan semua itu, bersumber dari kekeliruan kita dalam menerjamahkan kata “ummi” dalam Alquran maupun Hadis, yang oleh sebagian besar umat Islam diartikan “buta huruf”.Perselisihan tentang buta hurufnya Nabi hanyalah bias dari perselisihan sesungguhya yang mencakup wacana yang lebih besar. Lebih bijak kalau energi intelektual kita, kita tujukan untuk mencari tahu kenapa perselisihan ummat Islam terjadi bahkan sejak generasi awal ummat Islam. Perselisihan yang membuat peran ummat Islam sebagai "ummatan wasathan" yang bertugas menyebarkan rahmat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu jawabannya (menurut saya), wasiat Nabi yang tidak sempat tertuliskan. Dan kita perlu mengkaji itu. Inilah tujuan kedua saya menukilkan teks hadits di atas. Apa Setelah Nabi ? Pada dasarnya, sejarah tidak lepas dari peristiwa kelam. Sejarah setiap bangsa dan pada dasarnya sejarah ummat manusia, merupakan rangkaian peristiwa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Bisa saja dalam kasus-kasus tertentu kita boleh mengabaikan peristiwa kelam sejarah, namun apakah kita rela mengabaikan begitu saja peristiwa yang justru sangat berpengaruh terhadap masyarakat Islam selanjutnya. Ibnu Abbas ra menyebut peristiwa penolakan sahabat untuk memenuhi permintaan Nabi menjelang wafat sebagai Kamis Kelabu. Karenanya, menjadi kenyataan yang tak bisa dipungkiri bahwa Islam seakan-akan turut terkubur dengan dimakamkannya Rasulullah. Sejak zaman sahabat sampai saat ini, ummat Islam seakan-akan telah kehilangan agamanya. Saling menyesatkan, membid'ahkan, mensyirikkan bahkan pengkafiran sesama muslim menjadi fenomena yang tampak lumrah dalam dunia Islam. Kita tidak bisa menafikan begitu saja peristiwa-peristiwa kelam dalam dunia Islam. Saling menumpahkan darah sesama kaum muslimin justru terjadi pada zaman sahabat yang disebut Rasulullah sebagai kurun terbaik. Dari khalifah ke dua sampai ke empat mati terbunuh. Semua yang membunuh termasuk muslim juga, kecuali pembunuh Khalifah Umar ra yang katanya seorang Majusi bernama Abu Lu'lu'. Peperangan Jamal, Shiffin dan Nahrawan adalah peperangan besar antara ribuan sahabat dengan sahabat lainnya. Perang Jamal antara dua kelompok sahabat Nabi yang dipimpin Ali bin Abi Thalib ra dengan yang dipimpin Aisyah ra (lihat kitab-kitab Tarikh, seperti Taarikhu al-Thabari, Usduh al-Ghabah karangan Ibnu Atsir dan lainnya). Perang Shiifin antara Ali bin Abi Thalib ra dengan Mu'awiyah (Thabari : 5:27, Usduh al-Ghabah : 2:114). Sedangkan perang Nahrawan antara pasukan Imam Ali ra dengan kaum Khawarij. Sementara Imam Husain ra (cucu Rasulullah) tak perlu banyak penjelasan. Sejarahnya sangat terkenal meskipun oleh sebagian orang selalu berusaha ditutup-tutupi. Beliau beserta kurang lebih 73 pengikutnya diperangi ribuan muslimin yang merupakan tentara kerajaan Bani Umaiyah atas perintah Yazid bin Mu'awiyah. Tidak cukup dibantai, tapi kepala Imam Husain dipisahkan dari tubuhnya dan ditancapkan di atas tombak serta di bawa untuk dipersembahkan kepada raja Yazid yang bermukim di Syuriah. Oleh karenanya bagi yang ingin menziarahi tubuh Imam Husain, maka hendaknya pergi ke Karbala Irak dan bagi yang ingin menziarahi kepalanya, maka hendaknya pergi ke Suriah.Peristiwa di atas saya nukil, sekedar ingin mengabarkan bahwa kaum muslimin sepeninggal Rasulullah tidak seromantis yang kita bayangkan. Dan bahkan sebaliknya, hidup dalam berbagai perselisihan, saling teror dan pengecaman-pengecaman. Dalam Al-Maidah ayat 3, Allah berfirman : "Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku". Artinya, kaum kafir sejak ayat ini diturunkan bukanlah ancaman bagi masyarakat muslim, sehingga tidak perlu ditakutkan. Kalaupun ummat Islam mendapatkan bahaya sesungguhnya adalah hasil kerja-kerja kaum muslimin sendiri. Pertanyaan besar yang mesti kita dapatkan jawabannya, adalah : Betulkah sepeninggal Rasul agama Islam telah meninggalkan kita ? Betulkah Islam tidak memiliki konsep untuk mengatasi semua itu ? Lalu apa sebenarnya yang ingin diwasiatkan Rasul kepada kita semua sebelum meninggalnya ? Wasiat Nabi yang Tidak Tersampaikan Yang pasti wasiat yang hendak dituliskan Rasul adalah sesuatu yang pernah disampaikannya, dan hendak dipertegas kembali dengan 'hitam di atas putih', karena menyangkut masa depan ummat Islam, agar tidak bercerai berai sepeninggalnya. Agama Islam telah sempurna dan tak ada lagi penambahan hukum setelah turunnya Surah Al-Maidah ayat 3 : "Pada hari ini, telah Aku sempurnakan agama untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu." Tak ada satupun ahli hadits yang menolak kesahihan hadits bahwa ayat ini diturunkan setelah Hajjatu'l-Wada (ibadah haji perpisahan). Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Rasulullah beserta rombongan berhenti di Ghaidir Khumm. Di tempat ini Nabi Muhammad menyampaikan khutbah perpisahan kepada seluruh jamaah yang ikut melaksanakan haji. Setelah membacakan khutbah maka turunlah ayat 3 dalam surah Al-Maidah tersebut. Pertanyaannya, persoalan apakah yang disampaikan Nabi dalam khutbah tersebut yang dengan itu sempurnalah agama Islam ini ?. Satu hal yang cukup misterius, jika kita mengamati keseluruhan ayat 3 dalam Surah Al-Maidah. Ayat maha penting di atas, yang Allah menyebutnya “Pada hari ini…” sampai dua kali terletak di tengah-tengah ayat yang membicarakan satu masalah yang lain sekali. Kalau memang benar, ayat-ayat Al-Qur’an disusun pada zaman kekhalifaan Usman bin Affan ra dan bukan disusun oleh Rasulullah sendiri, kita wajar mempertanyakan kelayakan peletakan ayat ini. Ada penyusunan ayat yang tampak tidak wajar, jika dibandingkan tata letak ayat-ayat Al-Qur’an lainnya. Jika ayat “Pada hari ini telah kusempurnakan” dihilangkan, aliran harmonis ayat-ayat sebelum dan sesudahnya tidak terganggu. Terkesan ayat ini sengaja disisipkan diantara ayat-ayat yang tidak ada kaitannya. Kenapa ? jawaban sementara saya, agar perhatian kita beralih kepersoalan lain setelah membaca keseluruhan ayat ini. Saya yakin, Allah SWT ‘sengaja’ memilih kata “Pada hari ini” untuk memberikan penegasan, akan pentingnya hari saat ayat ini diturunkan. Yaitu, pada hari Rasulullah menyampaikan khutbah terakhirnya yang di dalamnya, beliau menyampaikan wasiatnya. Dan wasiat ini dipungkiri atau tidak, oleh rekayasa sejarah tidak sampai kepada kita. Lihat saja, petikan hadits dalam Shahih Muslim bab al-Washiyah, Ibnu Abbas berkata, “Dan beliau (Rasulullah) mewasiatkan menjelang wafatnya,’ Keluarkan kaum musyrikin dari Jazirah Arab dan beri hadiah kepada utusan sebagaimana yang aku lakukan !’ (perawi hadits ini melanjutkan) Dan aku lupa yang ketiga”. Lihat,betapa politik waktu itu memaksa Ibnu Abbas dan perawi hadits lainnya untuk mengatakan bahwa mereka lupa. Tidak mungkin mereka lupa, kecuali kita membantah teori bahwa orang Arab punya kelebihan menghafal 100 bait syair cukup dengan sekali mendengar. Sengaja saya menukilkan semua ini, untuk mencari tahu sumber persoalan dalam dunia Islam sendiri, sebelum kita bermimpi menyelesaikan persoalan dunia atas nama Syariah Islam. Dalam subjek apa saja, tidak tahu adalah sikap yang paling aman. Namun haruskah kita tetap berkubang dalam ketidaktahuan sementara keimanan membutuhkan semangat Horace: Sapere aude!, yakni berani tahu. Semoga tidak ada yang berkomentar saya mengada-ngada atau bermaksud meresahkan. Kalaupun ternyata dengan mengutip ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits dari Shahih Bukhari-Muslim itu meresahkan, maafkan saya !. Wallahu ‘alam. Qom, 27 November 2007
29 Januari, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar