Secara definitif, kita kenali bahwa masalah adalah adanya kesenjangan jarak antara ranah idealitas dengan realitas yang ada. Masalah sosial keagamaan terjadi karena ada yang tidak sesuai dengan harapan yang telah ditorehkan dalam iman agama dengan realitas bagaimana agama tersebut diamalkan di tengah-tengah masyarakat. Kita lihat dalam praktiknya -terutama dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia- keberagamaan kita menampilkan wajah ambiguitas. Adanya perbedaan yang signifikan antara keshalehan pribadi dengan keshalehan sosial. Keshalehan pribadi yang kemudian diharapkan menular, menyebar untuk terciptanya kondisi sosial yang shaleh tidak jua terwujud. Realitas agama hanya terjebak pada dimensi keshalehan pribadi yang berorientasi pada kesucian perorangan. Ukurannya hanya sekedar persembahan belaka, tapi tidak mampu memperbaharui perilaku sosial. Ini terjadi karena pemeluk agama masih terejebak pada persoalan kuantitas keimanan, bukan pada kualitas keimanannya. Agama hanya dihayati sekedar ritual belaka, tetapi dirinya terasing terhadap realitas kehidupan kemasyarakatan. Misalnya, sebuah contoh nyata, ketika seorang muslimah memulai mengenakan jilbab yang sebenarnya, pada umumnya jilbab itupun kemudian menjadi hijab baru baginya untuk bergaul dengan masyarakat. Itulah realitasnya, penganut agama gagal mempraktikkan agama yang sesungguhnya, agama yang memiliki iman yang memihak pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan keesejahteraan. Mengapa ? karena agama hanya dimengerti sebagai ritus belaka dan berorientasi pada dogma an-sich. Dengan demikian pemeluknya pun sekedar beragama formal dan fanatis. Selama ini tanpa sadar cara beragama kita masih sekedar menjalankan kewajiban persembahan belaka, bukan pada penghargaan hak-hak manusia lainnya. Penghayatan yang ritualistik ini melahirkan keimanan yang kurang terwujud. Karenanya, perubahan orientasi keagamaan seharusnya lebih difokuskan pada nilai-nilai kemanusiaan, sehingga spirit perubahan dalam agama benar-benar dapat muncul dipermukaan. Orang yang benar-benar religius adalah orang yang memiliki kepekaan dan sensitifitas yang tinggi pada penderitaan kaum miskin yang tertindas. Kemiskinan memang menjadi persoalan krusial yang kemudian wajib untuk diperangi, karena kemiskinan mendekatkan orang pada kekufuran. Maka melawan kemiskinan adalah perintah dan itu penting dalam Islam. Sehingga tindakan apapun yang dapat menciptakan kemiskinan, kesewenang-wenangan dan penindasan harus diperangi, bukan justru memerangi orang lain karena beda agama -dalam Islam tidak ada paksaan dalam agama-. Kualitas religius inilah yang akan membantu umat beragama memiliki kesadaran religiusitas yang berkualitas. Kualitas religiusitas inilah yang membawa nilai-nilai kemanusiaan semakin adil dan beradab. Sekali lagi ditegaskan, agama haruslah menjadi inspirasi untuk melakukan tindakan revolusioner, menuju perubahan kehidupan yang lebih bermakna, yang sarat dengan nilai-nilai ketauhidan sebagaimana yang Dia mau.
Tuhan bukan butuh persembahan tetapi ummat manusia yang bertindak adil bagi sesama, sebaik-baik manusia kata Rasulullah adalah yang paling banyak manfaatnya bagi manusia yang lainnya. Tuhan akan muak dengan persembahan ibadah ritual kita jika tangan kita penuh darah, mulut kita penuh dengan pembualan dan dusta. Realitas itulah yang terjadi dalam wajah keagamaan kita sekarang. Keagamaan yang seharusnya membebaskan manusia menjadi agama yang terasing dengan realitas sosial dan sibuk dengan agama yang dikrangkeng di dalam aturan-aturan yang monolitik, monoton, dan tentu saja berdampak tidak sehat. Yang pada gilirannya, implementasi syariat Islam tidak menyentuh problem nyata masyarakat, bagaimana memberantas kesyirikan, menegakkan keadilan sosial, memberantas korupsi, mengentaskan kemiskinan, menjamin kemaslahatan manusia, memberikan pembelaan kepada mereka yang terampas hak-haknya. Padahal, inilah inti ajaran Islam dalam masyarakat modern seperti saat ini. Menurut hemat saya, inilah hal penting untuk menjadi landasan Islam membangun masyarakat dan peradaban. Wallahu 'alam bishshawwab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar