Di Qom, kota tempat saya sementara menetap dan belajar di Iran, beberapa bulan terakhir setiap harinya selama sejam terjadi pemadaman listrik. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Awalnya saya menyangka Iran juga mengalami krisis listrik sebagaimana yang terjadi di beberapa kota di Indonesia, setelah beberapa saat menyibukkan diri membaca media dan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain, dugaan saya benar. Sulit dipercaya, Iran yang memiliki hampir 450 reaktor nuklir yang memproduksi 16 persen listrik seluruh dunia, mengalami krisis listrik. Pasokan listrik di Iran sangat berlebih dan murah, saking murahnya pembayaran listrik dilakukan setiap dua bulan. Aksi pemadaman listrik ini ada hubungannya dengan pecahnya beting es Antartika di Kutub Selatan akhir Mei lalu. Retakan terjadi pada 30-31 Mei 2008 di beting es Wilkins yang menghubungkan pulau es Charcot dan Latedy. Wilkins adalah pulau es raksasa yang telah berusia 1.500 tahun di kawasan Semenanjung Antartika yang berada di sebelah selatan Amerika Selatan. Luas es yang pecah di kawasan tersebut mencapai 160 kilometer persegi. Peristiwa ini direkam oleh Satelit Envisat milik badan antariksa Eropa. Ini adalah rekaman peristiwa kedua tahun ini dan rekaman pertama pecahnya lapisan es dalam ukuran besar di musim dingin.Luas es yang pecah pada peristiwa kedua ini masih lebih kecil daripada peristiwa sebelumnya, yang terjadi pada Februari 2008 seluas 400 kilometer persegi. Namun, kejadian tersebut mengejutkan karena terjadi pada musim dingin. Selain itu, para ilmuwan yang memonitor khawatir kejadian tersebut masih belum berhenti. Jay Zwally, ahli iklim NASA, dengan terjadinya pecahan pertama, memprediksi es di Antartika hampir semua akan mencair pada akhir musim panas 2012. Hanya dalam waktu dua bulan prediksi itu bergeser. Tanggal 1 Mei 2008 lalu, prediksi terbaru dilansir NASA: mencairnya semua es di Antartika bisa terjadi di akhir tahun 2008 ini. Apa efek domino yang membayang bila es di Antartika mencair semua? Mencairnya es di Antartika tidak hanya akan menaikkan level permukaan air laut, melainkan akan mempercepat siklus pemanasan global itu sendiri. Bila es di Antartika mencair semua, 80% sinar matahari yang sebelumnya dipantulkan akan diserap 95% oleh air laut. Konsekuensi lanjut adalah potensi terlepasnya 400 miliar ton gas metana atau 3000 kali dari jumlah gas metana di atmosfer. Gas metana dapat terlepas akibat mencairnya bekuan gas metana yang stabil pada suhu di bawah dua derajat celcius. Seperti diketahui, gas metana memiliki efek rumah kaca 25 kali lebih besar dari gas CO2. Akibat terlepasnya gas metana, lebih dari 94% spesies mengalami kepunahan massal. Kematian massal terjadi mendadak karena turunnya level oksigen secara ekstrem (Chindy Than; 2008).Sebagai respon atas pecahnya peting es Antartika tersebut Iran bergabung dengan 35 negara lainnya sebagai bagian dari kampanye dunia untuk meningkatkan kepedulian atas perubahan iklim. Negara-negara ini menyepakati melakukan aksi pemadaman listrik selama satu jam setiap harinya sebagai langkah dunia menghemat energi. Disebutkan, hasil pemadaman selama satu jam untuk satu kota saja berarti pengurangan 10,2 persen emisi gas dari efek rumah kaca. Pengurangan emisi sebesar itu, hampir sama dengan besar emisi yang dihasilkan dari 48.616 mobil di jalan raya. Dan bayangkan jika pemadaman listrik serentak dilakukan oleh ratusan kota besar di dunia.
Efek Pemanasan Global
Pecahnya peting es Antartika adalah efek terparah dari pemanasan global. Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Biang dari pemanasan global lainnya adalah penggunaan energi yang tidak terperbarukan -bahan bakar fosil- seperti minyak dan batu bara. Gas karbon yang kita pakai untuk menjalankan mesin kendaraan setiap hari, akan membumbungkan polusi udara berupa CO2, NOx dan Methana, sehingga menimbulkan perusakan lapisan ozon dan menjadikan bumi lebih panas dan iklim menjadi berubah. Negara industri, ditengarai sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca dan penyumbang terbesar adalah Amerika Serikat. Industri Amerika Serikat sedikitnya menyumbang 13 % emisi dunia sejak 1990 hingga 2002. Dan parahnya, Negara ini menolak menandatangani Protokol Kyoto, yang bermaksud untuk mengurangi peningkatan gas-gas rumah kaca yang mengakibatkan perubahan iklim akibat pemanasan global. Disamping itu, yang menjadi salah satu pemicu pamanasan global adalah kemiskinan, terutama di negara-negara berkembang dan negara miskin, yang masih terus menggantungkan perekonomian mereka pada sumber daya alam sehingga penebangan hutan alam dan membuka lahan-lahan pertanian baru yang menyebabkan pelepasan karbon lebih besar ke atmosfer sulit terhindarkan.
Berdiam di Masjid

Terinspirasi dari tulisan Dee, 'Diam di Bumi'