15 Januari, 2009

Giliran Syiah Bertanya

كل شيء تطور الا الكتابة عن الشيعة و لكل يد اية الا الاقتراء على الشيعة و لكل حكم مصدره و دليله الا الاحكام على الشيعة
Segala sesuatu berubah, kecuali tulisan menyerang Syiah
Setiap awal tentu berakhir, kecuali tuduhan terhadap Syiah
Setiap vonis berdasarkan dalil, kecuali vonis terhadap Syiah
Ulama-ulama Islam sepakat apapun mazhabnya bahwa siapapun yang menganggap Al-Qur'an mengalami perubahan, maka berarti telah mengingkari Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Sungguh, Kamilah yang menurunkan Al-Qur'an dan sungguh Kamilah yang menjaganya." (Qs. Al-Hijr : 9) Keberadaan riwayat-riwayat yang menunjukkan keraguan terhadap keaslian Al-Qur'an terdapat dalam kitab-kitab hadits Ahlus Sunnah dan Syiah. Ulama-ulama Syiah telah berkali-kali melakukan bantahan dan menyatakan penolakan terhadap keberadaan riwayat-riwayat tersebut. Misalnya Syaikh Rasul Ja'farian telah menulis kitab, "Ukdzubah Tahrif Al-Qur'an baina as-Sunnah wa Asy-Syiah (Kedustaan Adanya Perubahan Al-Qur'an di Kalangan Sunnah dan Syiah) 1414 H, buku ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul, Menolak Isu Perubahan Al-Qur'an. Atau kitab, Shiyanah al-Qur'an min Ta'arif (Keterjagaan Al-Qur'an dari Perubahan) yang ditulis Al-Ustadz Al Allamah Muhammad Hadi Ma'rifah, penerbit Dar Al-Qur'an Al-Karim, Qom, cetakan 1, 1410 H.

Kehadiran dua kitab ini sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menjawab tuduhan yang senantiasa dilontarkan kepada Syiah, bahwa orang-orang Syiah meyakini adanya tahrif dalam Al-Qur'an atau tuduhan yang lebih keji lainnya, kaum Syiah memiliki Mushaf lain yang berbeda dengan yang dimiliki kaum muslimin lainnya. Namun sayangnya, tuduhan-tuduhan tersebut tetap ada, yang bagi saya sangat deceptif, menyesatkan dan merupakan kejahatan intelektual, sebab menuduh seseorang dengan sesuatu yang tidak diyakininya sangat tidak adil. Pada tulisan ini saya menyertakan riwayat-riwayat dari kitab Ahlus Sunnah yang mengindikasikan bahwa terjadi perubahan dalam Al-Qur'an atau adanya perbedaan antara bacaan beberapa sahabat dengan apa yang kita baca saat ini. Saya menukilnya dari kitab Shahih Bukhari, yang diterima keshahihannya oleh Ahlus Sunnah.
Hadits pertama :

Dari Qabishah bin Uqbah yang berasal dari Ibrahim bin Alqamah ra ia berkata kepada kami, "Saya dalam safar (perjalanan) bersama beberapa sahabat Abdullah (bin Ubay) datang ke Syam. Kedatangan kami didengar oleh Abu Darda dan berkata, "Adakah diantara kalian yang membaca (maksudnya membaca Al-Qur'an)?" Kami menjawab, "Na'am". Kemudian orang-orang memberi isyarat kepada saya. Abu Darda berkata, "Bacalah !". Maka sayapun membaca : "Wallaeli dst.. (bisa dibaca langsung pada teks hadits pada gambar yang bergaris bawah merah, Shahih Bukhari kitab Tafsir jilid 6 hal 210)"
Mendengar demikian dia bertanya, "Apakah engkau mendengar dari mulut temanmu (maksudnya Abdullah bin Ubay)?" Aku menjawab, "ya". Ia melanjutkan, "Saya sendiri mendengarnya dari nabi saww dan mereka menolak untuk menerimanya." Afwan kalau ada yang salah dari cara saya menerjemah, pembaca bisa membaca sendiri pada teks hadits tersebut. Yang bisa saya pahami dari hadits ini, ada perbedaan bacaan Al-Qur'an antara sahabat. Sebab yang dibaca sahabat-sahabat Abdullah bin Ubay ra berbeda dengan apa yang terdapat dalam Al-Qur'an saat ini, bisa dibaca perbedaannya pada Qs. Al-Lail : 1-3. Bacaan sahabat-sahabat tersebut kurang wa ma khalaka (demi penciptaan). Lalu bagaimana penghukuman kita terhadap sahabat-sahabat yang dikatakan Abu Darda ra, mereka menolak menerimanya? Apakah Ahlus Sunnah bersedia mengkafirkan mereka, sebagaimana mereka mengkafirkan Syiah?

Jangan berpendapat itu hanya salah penulisan, sebab juga tertulis pada Fathul Ba'ari, Syarah Shahih Bukhari. Kesalahan penulisan akan meruntuhkan doktrin keshahihan kitab Shahih Bukhari, sebab jika pada penulisan saja terdapat kesalahan bagaimana pada penukilan yang membutuhkan tingkat ketelitian yang lebih ekstra?.

Saya ajukan lagi hadits berikutnya.
Pada Shahih Bukhari Jilid 5 hal 132 bab Ghaswah Ar-Raji'i wa ri'li wa dzakwan. Riwayat ini diceritakan oleh Anas bin Malik bahwa Bani Raji'i, Dzakwan, Ushayyah dan Bani Hayan meminta bantuan Rasulullah saww untuk membantu mereka menghadapi musuh. Rasulullah saww mengirimkan 70 sahabat terbaik dari kalangan Anshar yang terkenal sebagai Al-Qurra' (pembaca Al-Qur'an). Namun ketika mereka sampai pada sumber mata air yang bernama Bi-ir Ma'unah, dengan licik 70 sahabat Anshar tersebut mereka bunuh. Rasulullah sangat berduka atas peristiwa ini, dan selama satu bulan beliau membaca qunut melaknat pembunuh sahabat-sahabatnya. Sebelum melanjutkan, saya ingin mencoba membandingkan sikap ulama Ahlus Sunnah Wal Jama'ah terhadap Yazid bin Muawiyah dengan apa yang dilakukan Rasulullah saww kalau memang mereka mengaku sebagai pengikut dan pembela Sunnah. Rasulullah saww melaknat pembunuh 70 sahabatnya, ulama-ulama Ahlus Sunnah, diantaranya diwakili oleh Adz-Dzahabi yang berkata, "Kita tidak mencela Yazid namun tidak juga melaknatnya". Merekapun berpendapat, bahwa sikap diamlah yang lebih sesuai dengan sunnah nabi. Padahal mereka sendiri meyakini, bahwa Yazid telah melakukan kedzaliman besar dalam 3 tahun masa kekuasaannya, Ibnu Katsir berkata, "Yazid telah bersalah besar dalam peristiwa Al Harrah dengan berpesan kepada pemimpin pasukannya, Muslim bin Uqbah untuk membolehkan pasukannya memanfaatkan semua harta benda, kendaraan, senjata, ataupun makanan penduduk Madinah selama tiga hari." Dalam tragedi tersebut terbunuh sejumlah sahabat nabi yang mengantongi curicullum vitae keagungan berjihad bersama Rasulullah pada perang Badar, perempuan-perempuan Madinah diinjak-injak kehormatannya dan anak-anak mereka dibunuh. (baca diantaranya kitab Hiqbah minat-Tarikh, karya Syaikh Utsman bin Muhammad Alu Khamis at-Tamimi). Mana yang lebih mendekati sunnah, Adz-Dzahabi yang memilih mendiamkan Yazid, tidak melaknat dan juga tidak mencintai, atau orang-orang Syiah yang melaknat Yazid bin Muawiyah sebagaimana Rasulullah saww melaknat Bani Raji'i, Dzakwan, Ushayyah dan Bani Hayan yang membunuh 70 sahabatnya?.
Kita lanjutkan pembahasan hadits, sampailah kita pada ucapan Anas bin Malik ra selanjutnya, "Kami pernah membaca sebuah ayat tentang mereka, tetapi kemudian ayat tersebut diangkat kembali." Ayat yang dimaksud lihat pada gambar yang bergaris merah. Pemahaman kita selama ini terhadap ayat-ayat Al-Qur'an adalah adanya ayat-ayat mansukh. Yakni ayat yang mengganti (atau membatalkan hukum) ayat yang lainnya. Kita tidak pernah mendengar ada ayat yang diangkat kembali. Yakni ayat yang sebelumnya tertulis dalam Al-Qur'an lalu kemudian diangkat dan tidak terdapat lagi dalam Al-Qur'an yang kita baca saat ini. Bukankah keberadaan riwayat ini mengajak kita berpikir, bahwa ada perubahan terhadap Al-Qur'an. Kita bisa jadi meragukan keaslian Al-Quran saat ini, sebab bisa saja, ada ayat yang diangkat kembali, tetapi karena kita tidak mendapatkan riwayatnya maka ayat tersebut masih tertulis dalam Al-Qur'an saat ini, ataupun sebaliknya. Sebagaimana yang kita pahami pada hadits pertama. Kita wajar mengajukan pertanyaan, mengapa riwayat-riwayat yang menimbulkan keraguan atas keutuhan dan keaslian Al-Qur'an terdapat pada kitab Shahih Bukhari, yang diterima mutawatir, textus receptus?. Dalam kitab Al-Itqan fi ulumul Qur'an karya Jalaluddin Suyuti, pada jilid 1 hlm 50, disitu tertulis riwayat dari Umar bin Khattab ra yang mengatakan, "Al-Qur'an memiliki 1.027.000 (satu juta dua puluh tujuh ribu) kata (ahruf)." Sedang yang ada pada Al-Qur'an tidak sampai sepertiganya. Bukankah menurut Umar terjadi pengurangan pada Al-Qur'an ?.

Saya yakin ulama Ahlus Sunnah pun akan mengatakan, menolak keshahihan riwayat-riwayat tersebut. Bedanya, ulama-ulama Syiah telah banyak menulis kitab bantahan terhadap riwayat-riwayat yang meragukan keaslian Al-Qur'an baik dalam kitab-kitab Syiah maupun Ahlus Sunnah, sementara ulama-ulama Ahlus Sunnah tidak (atau tepatnya belum) melakukannya, sementara mereka selalu melontarkan tuduhan dan fatwa kekafiran Syiah hanya karena riwayat-riwayat yang meragukan keutuhan Al-Qur'an terdapat dalam literatur Syiah.

Ya jelas, bisa jadi mereka takut untuk disebut keluar dari barisan kaum muslimin dengan melakukan kritik terhadap Shahih Bukhari. Sebab mereka sendiri telah membuat dogma Shahih Bukhari sederajat dengan Al-Qur'an yang tidak bisa dibantah, dikritisi, diragukan, siapa yang melakukannya, keluar dari Islam atau diragukan keislamannya. Sementara bagi Syiah, hanya satu kitab Shahih di dunia ini, Al-Qur'anul Karim.

Wallahu 'alam bishshawwab
Qom, 16 Januari 2009

7 komentar:

Anonim mengatakan...

salam kenal abi azzahra:

yang jadi masalah adalah syiah seperti rafidhah yang beliau mengatakan semua sahabat nabi pasca wafatnya nabi SAw adalah murtad kecuali 12 orang (atau mungkin lebih) yang diklaim orang-orang syiah.

Jika ini memang prinsipnya, Otomatis anda juga akan mengingkari Alquran dan Assunah. Logikanya, bagaimana orang yang murtad menyusun alquran? tentu saja akan berisi kebohongan! Sementara Alquran disusun oleh Usman bin affan yang termasuk orang yang murtad versi syiah rafidah...

semoga kita selalu mendapat petunjuk hidayah dari Allah SAW dan bisa menjalankan islam sebagaimana dicontohkan rasul sAw dan para sahabat beliau.

Ismail Amin mengatakan...

Salam kenal balik... senang mendapat kunjungan antum... kami tidak mengingkari Al-Qur'an dan As-Sunnah, Al-Qur'an sangat mulia disisi kami, karenanya kami meyakini Al-Qur'an sudah tersusun dengan rapi sebelum Rasulullah saww wafat, sebab hanya Allah SWT lah yang berhak menyusunnya... sebab jika diserahkan ke tangan manusia yang tidak maksum, maka besar kemungkinan akan terjadi distorsi sebagaimana kitab2 samawi sebelumnya, karena itu hanya Allah dan Rasul-Nya yang memiliki wewenang itu... Sangat tidak bisa kami terima Rasulullah wafat meninggalkan ayat-ayat Al-Qur'an yang tersebar secara serampangan di pelepah2 kurma, bebatuan dan tulang2 binatang, terlebih lagi tanpa ada perintah dari Rasulullah untuk menyusunnya. Karenanya, kalau Al-Qur'an belum tersusun sebelum Utsman bin Affan menjadi khalifah, bagaimana cara orang2 yang baru masuk Islam mempelajari Al-Qur'an di masa pemerintahan Umar bin Khattab yang kekuasaan Islam saat itu meliputi timur dan barat semenanjung arab? Bukankah jawaban bodoh ketika mereka bertanya, kepada apa kami berpedoman? lalu dijawab, oh iya, Al-Qur'an kitab umat Islam belum tersusun, yang penting masuk Islam saja dulu...

Semoga menjadi bahan renungan, insya Allah saya akan menulis tentang penyusunan Al-Qur'an versi Syiah, doanya selalu

Anonim mengatakan...

tulisan ini merupakan pencerahan dan refresh atau mungkin juga sebagai sebuah pelurusan bagi mereka atau mungkin juga termasuk saya yang masih awam mengenai syiah dan sunni.. inspirated kawan

Anonim mengatakan...

Buat m ilham: sebelum anda mengajak yg lain menemukan 'kebenaran' tolong disempurnakan dulu logika berpikir atau referensi pembelajaran anda. Anda menyatakan ...."yang jadi masalah adalah syiah seperti rafidhah yang beliau mengatakan semua sahabat nabi pasca wafatnya nabi SAw adalah murtad kecuali 12 orang (atau mungkin lebih) yang diklaim orang-orang syiah...."

1. Anda meng-generalisir kalau semua Syiah itu rafidhah. Bolehkah saya mengatakan bahwa semua ahlus sunnah seperti anda? Yg kadang nulis serampangan dan tdk berdasar? Atau yg lbh sopan, apakah semua ahlus sunnah itu seperti Raja Saudi yg bersahabat dgn USA dan Zionist dan berdiam diri atas kejadian di Palestina dan Lebanon?
2. Anda mengatakan semua sahabat nabi pasca wafatnya nabi SAw adalah murtad kecuali 12 orang (atau mungkin lebih) yang diklaim orang-orang syiah.
Bisa diberikan rujukan dalilnya? Logika awam aja gak bakal percaya kalo CUMAN 12 orang saja yg beriman, yg lain murtad termasuk dirinya, keluarganya dll.

Sebelum menulis sesuatu, kiranya anda memikirkan dulu yg akan ditulis akhi. Supaya para pembaaca bisa mengail manfaat, bukan malah mentertawakan anda.

Buat akh Ismail:
Keep fighting by learning bro!
Jgn lupa dishare ya...

Anonim mengatakan...

dari: milham

maaf... atas komentar saya sebelumya, jika menyinggung...

jika anda mengakui alquran itu tidak di tahrif, maka inilah kesepakatan umat muslim dari dulu sampe sekarang (sepengetahuan saya, tidak tahu kalo anda berpendapat lain).

Tentu anda2 lebih mengenal syiah rafidah dari pada saya...

maaf jika saya menggeneralisir... karena sesungguhnya saya menganggap syiah yg "berbahaya" itu yg rafidah karena sesuai yg diketahui umum (sekali lagi saya tidak paham dgn apa yg anda ketahui), mreka mengkafirkan sahabt2 nabi kecuali sahabat2 yg diklaim mereka tidak murtad...

nah, karena quran itu dalam catatan sjrh yg saya ketahui mulai dikumpulkan di zaman abu bakar ra, kemudian di bakukan di masa usman (dibakukan maksudnya ditambahkan tnda baca, dll. Tapi tanpa merubah isinya sama sekali)

maka syiah rafidah menjadi warning saja. jika anda tidak seperti mereka tentang pengkafiran sahabat nabi SAW maka anda bukanlah rafidah...

dan saya bersyukur serta berharap semoga anda tidak mengkafirkan sahabat2 nabi SAW sebagai mana halnya syiah rafidah itu.

karena jika anda sudah berkeyakinan seperti itu, maka anda tidak akan menerima jika saya merujuk kepada sahabat2 nabi SAW.

mohon penjelasan...
karena saya masi kurang ilmu!

Anneth_Forblog mengatakan...

Alhamdulillah ya Alloh, melalui artikel ini saya sebagai sunni semakin meyakini bahwa Syiah adalah saudara ku se iman. Semoga Alloh menjadikan kita satu golongan yang selamat atas 72 golongan yang tidak selamat. Saudara syiah selalu memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dalam menghadapi suatu masalah, bahkan saya melihat sangat kuat dalam menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman. Bagi saudaraku Sunni dan Syiah saya mau bertanya: "Masih yakinkah kita bahwa diharamkan surga bagi yang menciptakan perpecahan (sesama muslim)"? serta masih berpegangkah kita pada dalil tentang akan berbaliknya tuduhan "KAFIR" yang dilontarkan kepada seorang muslim jika ternyata tidak benar?". kita sama-sama bukan pelaku sejarah dimasa lalu, dan kita tidak tahu bagaimana sebenarnya kejadian itu terjadi. Hanya Alloh yang tahu. Masalah yang kita yakini tentang sahabat Rosululloh, kita kembalikan ke diri masing-masing saja. "SUDAH GAK JAMANNYA BERTIKAI TENTANG HAL_HAL DIMASA LALU yang kita tak sama-sama ketahui. Sekarang jamannya DAMAI dan Bersatu dibawah bendera Al-Qur'an dan Sunnah... Biar Alloh yang maha mengetahui yang akan menghakimi para pelaku sejarah masa lampau...

enoz mengatakan...

makasih atas pencerahannya