20 Februari, 2008
Celakalah yang Shalat....!!!
16 Februari, 2008
Bunga dan Matahari
15 Februari, 2008
persetujuan dengan bung karno
Kontroversi Kepahlawanan Tuanku Imam Bonjol
Basyral Hamidy Harahap, 67 tahun, peneliti sejarahMandailing, masih ingat cerita-cerita lisanturun-temurun di kampungnya di Simanabun, PadangLawas. Kisah tentang bagaimana takutnya pendudukketika pasukan Padri pimpinan Tuanku Tambusai datangmenyerbu. Masyarakat Simanabun memukul kentungansembari berteriak, "Bonjol datang, Bonjol datang."Lalu mereka naik perbukitan Dolok menyelamatkan diri. Kontroversi Kebrutalan Kaum PadriGerakan Padri selama ini diidentikkan dengankepahlawanan Imam Bonjol dan kelompoknya melawanBelanda. Tapi belakangan sebuah buku lama yangkontroversial dan me sisi gelap Padri,Tuanku Rao, diterbitkan kembali. Lalu muncul buku barudengan judul Greget Tuanku Rao sebagai reaksi. Kedua buku ini memperlihatkan bahwa gerakan Padrisesungguhnya adalah gerakan Wahabi—gerakan pemurnianIslam yang dilakukan secara keras terhadap Islamkultural di Minang dan Batak. Dan itulah gerakan yangmembuat puluhan ribu nyawa jadi korban. Imam Bonjol dianggap dengan sadar melakukan itu, sehingga ada usul gelar pahlawan nasional dicabut darinya. Betulkahdemikian? Ikuti pembahasan Tempo.
… Petisi ini mendesak Pemerintah Indonesia untukmembatalkan pengangkatan Tuanku Imam Bonjol sebagaiPahlawan Perjuangan Kemerdekaan…. Imam Bonjol adalahpimpinan Gerakan Wahabi Paderi…. Gerakan ini memilikialiran yang sama dengan Taliban dan Al Qaeda…. Invasi Paderi ke Tanah Batak menewaskan jutaan orang…. Petisi online itu tersebar di banyak mailing listseminggu lalu. Seorang anak muda, MudySitumorang—lulusan Teknik Elektro Institut TeknologiSepuluh Nopember, kelahiran Simanindo, PulauSamosir—telah mengirimnya. Dalam petisi itu, iamembeberkan dosa-dosa gerakan Padri, antara lain pembantaian massal keluarga Kerajaan Minangkabau Pagaruyung dan penyerbuan Padri ke Batak yang menewaskan Sisingamangaraja X. Ia mengatakan petisi itu atas nama pribadi, bukan organisasi, dan semata-semata untuk pelurusan sejarah."Kita tunggu sampai 500 pendukung. Hasilnya dikirim kepemerintah," katanya saat dihubungi Tempo. Sampai sekarang, petisi itu memang belum "berbunyi". Namun petisi ini mengingatkan orang akan dua buah buku bertema sama yang baru-baru ini terbit. Yang satuadalah buku lama karya Mangaradja Onggang Parlindunganberjudul Tuanku Rao. Buku itu pertama kali dicetakpenerbit Tanjung Pengharapan, 1964, dan diluncurkankembali oleh penerbit LKiS Yogya, Juni lalu, tanpa suntingan apa pun, bahkan tetap dalam ejaan lama. Itulah buku yang pada 1964 menghebohkan. Buku itutidak bercerita langsung tentang Imam Bonjol, tapi berisi kronologi penyerangan komandan-komandan Padri. Parlindungan sendiri menyusun buku itu berdasarkan data sejarah Batak yang dimiliki ayahnya, Sutan Martua Radja. Pada 1918, ayahnya adalah guru sejarah diNormaalschool Pematangsiantar. Ayahnya memiliki warisan dokumen sejarah Batak turun-temurun dari tigagenerasi sepanjang 1851-1955. Di samping itu, Parlindungan memakai bahan-bahan milikResiden Poortman. Posisi Poortman sama dengan SnouckHurgronje. Snouck adalah seorang ahli Aceh, yanginformasinya diminta oleh pemerintah Belanda.Sedangkan Poortman adalah seorang ahli Batak. Poortmanpensiun pada 1930 dan kembali ke Belanda. Di Leiden,Belanda, Poortman lalu menemukan laporan-laporan paraperwira Padri sepanjang 1816-1820 untuk Tuanku ImamBonjol. Parlindungan mengenal Poortman secara pribadidan pernah bertemu di Belanda. Poortman mengirimka nbahan-bahan laporan itu saat Parlindungan menulis bukunya. Parlindungan bukan sejarawan profesional. Caranya menulis pun serampangan. Data yang diramunya itu sering ditampilkan cut and glue atau dinarasikan kembali dengan bahasa campuran: bahasa Indonesia lisan, kadang disisipi kalimat-kalimat Inggris yang panjang. Di sana-sini, ia memberikan komentar yang cara penulisannya seperti seorang ayah yang menerangkan kisah kepada anaknya. Kata ganti yang dipakai untuk dirinya adalah "Daddy". Sedangkan anak laki-lakinya di situ disebut "Sonny Boy". Ketikapolemik menghangat, buku itu ditarik dari peredaran. Buku itu pun jadi buku langka. Di sebuah pameran buku di Jakarta, buku itu beberapa tahun lalu bahkan sempat dihargai Rp 1,5 juta. Buku kedua, Greget Tuanku Rao, ditulis Basyral Hamidy Harahap, terbit September lalu. Basyral adalah KetuaJurusan Perpustakaan Universitas Indonesia 1965-1967 dan pensiunan pustakawan Koninklijk Instituut voorTaal-, Land- en Volkenkunde (KITLV). Ia inginmengoreksi beberapa info tentang Tuanku Rao yang dianggapnya kurang tepat. Tapi, pada garis besarnya,ia sepakat dan bahkan menambahkan data kekerasan yang dilakukan Padri. "Buku Parlindungan banyak salahnya,tapi buku itu ada di jalan yang benar." l l l Siapakah Parlindungan? Tak banyak yang tahu sosokpengarang ini. Basyral sendiri pada 1974 pernahbertemu dengannya di dekat rumah Hamka di Jakarta. Ialangsung menanyakan kabar polemik antara Parlindungandan Buya Hamka. Agaknya Parlindungan tak suka. "Saatitu ia langsung mengarahkan tongkatnya yang berkepalagading ke arah dahi saya. Saya kaget, mengelak,"kenang Basyral. Hal ini sedikit terkuak ketika anaknya, DorpiParlindungan Siregar, kini 59 tahun, mau berceritakepada Tempo—dialah anak yang dipanggil Sonny Boydalam bukunya. "Ayah saya seorang perwira KNIL. Perjalanan karierayah saya dimulai ketika pada 1 Oktober 1945, JenderalMayor Oerip Soemohardjo mendirikan Tentara KeamananRakyat (TKR). Beliau mengumpulkan 17 anak muda diYogyakarta, di antaranya Soeharto, Ibnu Sutowo, danayah saya." Pada usia 27 tahun, menurut Dorpi, ayahnya memperolehpangkat letnan kolonel. Sebagai insinyur kimia lulusanJerman dan Belanda, ayahnya menjadi bawahan dr WillerHutagalung, dulu dokter pribadi Jenderal Soedirman.Mereka kemudian mengambil bekas pabrik mesiu danperalatan senjata Belanda, yang lalu menjadi Pindad. Pada 1960, ayahnya ditahan rezim Soekarno karenadianggap pro-Masyumi. Tempat tahanan ayahnyaberpindah-pindah, dan akhirnya menjalani tahananrumah. Di sanalah, dengan data milik kakeknya danResiden Poortman, ayahnya menulis buku Tuanku Rao. Dan yang mengejutkan, bagian terbesar halaman bukuayahnya menceritakan kisah kejahatan algojo Padribernama Tuanku Lelo, sosok yang tak lain menurutParlindungan adalah kakek dari kakeknya sendiri. "Jadiia seperti menceritakan aib keluarga sendiri. Takbanyak penulis yang berani seperti itu," kata AhmadFikri dari LKiS. Buku itu awalnya, menurut Dorpi,tidak diperuntukkan bagi umum, tapi bagi anak-anaknyasaja. "Sehabis membaca Al-Quran setiap hari, Ayahmembacakan cerita ini untuk saya dan adik," kenangDorpi akan ayahnya yang meninggal pada 1975 itu. Atas desakan teman-temannya, buku itu akhirnya diterbitkan.
Perang Paderi, Wahabi vs Syiah (peny)
Buku itu intinya berisi informasi bagaimana gerakan Wahabi masuk Minang. Waktu itu, tahun 1803, HajiPiobang, Haji Sumanik, dan Haji Miskin kembali ke Minang setelah bermukim di Mekkah lebih dari 12 tahun.Mereka adalah bekas perwira tentara Turki. Mereka mencoba menanamkan mazhab Hambali di Sumatera, menekankan pemurnian Islam.
Gerakan pembersihan agama Islam ini menarik hati seorang mubalig besar bernama Tuanku Nan Rentjeh, yangtengah gundah lantaran di Minang berkembang Islam Syiah. Mereka bersama-sama kemudian mencita-citakan suatu Darul Islam. Piobang membentuk pasukan Padriyang sangat profesional. Pakaian mereka serba putih.Persenjataannya cukup kuat. Mereka, misalnya, menurutParlindungan, memiliki meriam 88 milimeter bekas miliktentara Napoleon yang dibeli "second hand" di Penang. Dua belas perwira Padri dikirim belajar di Turki. Tuanku Rao, yang aslinya seorang Batak bernama Pongkinangolngolan Sinambela, dikirim untuk belajartaktik kavaleri; Tuanku Tambusai, aslinya bernamaHamonangan Harahap, belajar soal perbentengan. Pasukan Padri juga memiliki pendidikan kemiliteran di Batusangkar.
Sasaran pertama "gerakan kaum putih" ini adalah Istana Pagaruyung, karena istana itu dianggap sebagai boneka Belanda yang merintangi Darul Islam. Pada 1804, ribuan rumah dibakar dan keluarga Istana Pagaruyung dibantai. Untuk cita-cita Darul Islam, pasukan Padri ingin meluaskan agresinya ke luar alam Minangkabau—ke tanahBatak.
Salah satu tamatan pendidikan militer Batusangkar,bernama Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin, olehTuanku Nan Rentjeh diperintah mencari lokasi yangbakal digunakan sebagai benteng—basis tentara Padrimenyerang Tanah Batak. Peto menemukan bekas sarangperampok di rute Minangkabau-Batak bernama Bonjol. Ia mengislamkan kawasan Bonjol, membangun benteng disana, serta melatih kekuatan 10 ribu tentara. Sejak itu, ia dijuluki Imam Bonjol.
Buku Tuanku Rao ini menjelaskan cukup detail bagaimanapersiapan dan kronologi invasi Padri ke Batak Selatan(1816) dan Toba (1818- 1820). Dari etape-etape danserangan kilat (blitzkrieg), siasat-siasat, sampainotula rapat-rapat para panglima dideskripsikan.Pendiri Padri, Haji Piobang dan Tuanku Imam Bonjol,mengkoordinasi penyebaran pasukan di bawah pimpinanTuanku Rao, Tuanku Tambusai, Tuanku Lelo, TuankuAsahan, Tuanku Maga, dan Tuanku Kotapinang.
Toba dikepung dari empat penjuru. Tuanku Asahan dengankavaleri berkekuatan 11 ribu tentara menyerang darisamping kanan; Kolonel Djagorga Harahap dengankekuatan 4.000 anggota pasukan dari sayap kiri; TuankuMaga menusuk dari sisi tengah atas dengan 5.000anggota pasukan; Tuanku Lelo bersama 9.000 tentaranyamerangsek dari sisi tengah bawah. Pada 1820,Sisingamangaraja X, yang bertahan di Benteng Bakkara,akhirnya tewas. Kepala Sisingamangaraja X ditusuk diatas tombak, dipancang di tanah.
Penyerbuan yang paling bengis dilakukan oleh TuankuLelo. Parlindungan sendiri menganggap "eyangnya" itu"kriminal perang". Tuanku Lelo bernama asli IdrisNasution. Sosoknya besar, berjanggut hitam, berambutpanjang, berombak-ombak. Ia mengenakan baju jubah danserban yang seluruhnya putih serta suka memakaiselempang dan ikat pinggang berwarna merah bertaburanemas—yang dirampasnya di Pagaruyung. Ia dikenalsebagai algojo pembantai, juga maniak seks.
Parlindungan bahkan sampai menyebut eyangnya ituseorang big scoundrel yang memiliki kelakuan binatang.Di tiap kawasan, sang eyang mengumpulkan ratusanwanita, lalu memerkosanya. Di Toba, 14 malamberturut-berturut pasukannya dibiarkan melakukan pestaseks besar-besaran.
Ketika pasukan bergerak meninggalkan Toba, Tuanku Lelomemerintahkan ribuan wanita dikumpulkan di Red LightDistrict di Sigumpar Toba. Dari Sigumpar, merekadigiring berjalan kaki melalui Siborong-borong,Pangaribuan, Silantom, Simangambat, Sipirok, menujuNatal Mandailing. Sesampai di Mandailing, hanya 300wanita selamat; 900 mati. Yang capek dipenggal.
Kemudian Belanda memutuskan menyerang Padri. Pertempuran pada 1820, menurut Parlindungan, meletusdi Benteng Air Bengis. Imam Bonjol turun sendiri.Tuanku Rao tewas di situ. Nah, di pertempuran AirBengis ini, secara licik Tuanku Lelo melakukandesersi. Melihat Imam Bonjol terdesak, ia lalumemimpin kavalerinya sendiri menuju Angkola danSipirok. Ia melanjutkan petualangannya, menjarah,membunuh, melampiaskan nafsu seksualnya. Ia lalumenjadi warlord di Angkola dan Sipirok selama1822-1833. Ia di sana mendirikan sebuah harem dibentengnya di Padang Sidempuan.
Buku Tuanku Rao hanya sedikit menyinggung peran TuankuTambusai. Namun, menurut Basyral, Tuanku Tambusai takkalah kejam dibanding Tuanku Lelo. "Kebrutalan TuankuTambusai terjadi di daerah Padang Lawas, Dolok, danBarumun. Salah satu kawasan yang paling parah terkenaadalah daerah nenek moyang saya, Simanabun," tuturBasyral (lihat "Tambusai dan Pasukan Putih-putih").
l l l
Para sejarawan berbeda pendapat soal kebrutalan ini."Sebetulnya masuknya Padri ke Batak bukan ekspansi.Kelompok-kelompok musuh Padri saat itu dapat dipukulmundur hingga ke Tapanuli Selatan. Karena itu, merekabertempur sampai ke daerah tersebut," tutur Dr MestikaZed, sejarawan dari Universitas Negeri Padang.
"Sebagai sebuah buku sejarah, buku Parlindungansumbernya sangat lemah. Dokumen Poortman sendiridiragukan. Banyak yang tidak faktual," kata Dr AsviWarman Adam dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.Hamka bahkan pernah menganggap Tuanku Lelo hanyalahkarangan Parlindungan belaka (lihat "MengenangSanggahan Hamka"). Memang, sekarang mustahil untukmengecek semua sumber yang digunakan Parlindungan,karena semua data itu dimusnahkan oleh Parlindungansendiri.
Dalam bukunya itu, Parlindungan menyebutkan data yangdiwariskan ayahnya kepadanya hanya meliputi 20 persendari yang dimiliki ayahnya. Ia menyaksikan sendiri,pada 1941, ayahnya membakar sisanya sambil bercucuranair mata di tepi Sungai Bah Bolon.
"Daddy tidak mau risiko," katanya kepada anaknya. "Ourfamily secrets yang ketahuan pada outsiders cukup yangterbatas dalam buku ini. No more." "Saya menduga, ituadalah alibi dia, yang sebenarnya tak cukup memilikidata otentik, atau bisa juga ia tak mau sejarawan lainmenelitinya," kata J.J. Rizal dari Yayasan Bambu, yangmenerbitkan Greget Tuanku Rao.
Akan halnya Dr Gusti Asnan, pengajar Jurusan SejarahFakultas Sastra Universitas Andalas, Padang,menganggap tidak semua sumber Belanda yang digunakanParlindungan mengandung bias. Dari 100 laporan, ada20-50 persen data yang benar. Menurut dia,historiografi Perang Padri sendiri dimulai pada1950-an. "Saat itu terjadi dekolonialisasihistoriografi Indonesia, termasuk Perang Padri. Demipersatuan dan kesatuan, bagian-bagian miring dari datayang ada, seperti kebrutalan Perang Padri, sengajatidak disiarkan."
Ia juga melihat gerakan pasukan Padri tak semata-matabermotif agama, tapi juga ekonomi. Sejak akhir abadke-18 hingga awal abad ke-19, perkembangan ekonomi diSumatera Barat memang luar biasa karena booming kopi.
Dr Gusti pernah membaca sebuah kisah tentang saudagarbernama Peto Magik di Pasaman. Ia dikenal sebagaisaudagar Padri—bisa dianggap konglomerat. SeorangBelanda bernama Bulhawer yang melakukan kerja samadengan Peto mengaku tidak melihat sedikit pun gambaranislami padanya. "Kesan yang dilihat Bulhawer, PetoMagik adalah seorang kapitalis. Dan gambaran ini sayarasa juga menggambarkan sebagian besar kaum Padri,"ujar Gusti.
Maka, menurut Gusti, ketika daerah kekuasaan di TanahDatar dan Agam mulai direbut Belanda, kaum Padri punmeluaskan ekspansi ke utara: Bonjol, Pasaman, danTapanuli Selatan. Mengapa ke utara? Karena daerahutara memiliki basis kekayaan yang sangat tinggi.Apalagi, dengan menguasai area tersebut, Padri masihdapat melakukan hubungan dengan kaum lain, sepertiAceh, melalui jalur sungai.
Sekalipun mengakui kekerasan yang dilakukan Padri,sebagian orang memandang dari sudut berbeda. "Soalnyasaat itu kan tidak ada HAM," kata sejarawan TaufikAbdullah.
Basyral sendiri melihat Imam Bonjol mengetahui segalaperampokan, pemerkosaan, dan mutilasi yang dilakukanperwira-perwiranya. "Mustahil Imam Bonjol tak tahu. Iakan komandan," kata Basyral.
Tapi Taufik Abdullah tak sependapat. Menurut dia,kekerasan di awal gerakan Padri bukan tanggung jawabTuanku Imam Bonjol. Saat gerakan Padri masih radikaldi awal, Tuanku Imam Bonjol masih muda dan barumenjabat sebagai asisten Tuanku Bandaro, salah satupemimpin gerakan Padri saat itu.
"Buat saya, pencabutan gelar pahlawan itu nonsens.Justru di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol pasukanPadri lebih menitikberatkan serangan pada pihakBelanda," kata Taufik.
Menurut Taufik, keliru jika melihat sosok Imam Bonjoldalam Padri disamakan dengan Diponegoro. "Diponegoromerupakan pemimpin tunggal, sementara gerakan Padrimerupakan gerakan sosial kolektif, dengan banyakpemimpin," katanya.
Taufik mengatakan, bahkan, Tuanku Imam Bonjol sempatmengirim empat anak buahnya ke Mekkah untuk naik haji,termasuk Tuanku Tambusai. Tujuannya untuk melihatkondisi Islam di Mekkah. Ternyata Islam saat itu jauhlebih moderat. Sehingga, ketika kembali ke Minang,Tuanku Tambusai pun menjadi lebih moderat. Sekembalidari Mekkah, seperti disebut dalam Tuanku Rao, ia punmenyesal melihat dengan mata kepala sendiri bagaimanawanita-wanita ditawan oleh pasukan Tuanku Lelo.
Menurut Taufik, adat basandi syarak justru mengemukadi bawah kepemimpinan Tuanku Imam Bonjol. Imam Bonjolwafat pada usia 93 tahun di Manado, pada 1864. Takbanyak orang yang tahu, ia meninggalkan sebuah"catatan harian".
Bung Hatta Dan Kisah Sepatu Bally
Cinta dan Waktu
13 Februari, 2008
Met Valentine Sayang
Sajak Kerinduan ........buat istriku
Kalian bertepuk gembira, ketika seruling itu di bunyikan
suaranya kau selingi dengan kegembiraan tak tertahan
padahal tahukah engkau itu bukan erangan kegembiraan
tapi rintihan yang memilukan
dari sebilah bambu yang begitu merindukan rumpunnya
Izinkan saya sayang, untuk tidak selalu menulis tentangmu
tapi karenamu saya menulis.....
Dariku, yang selalu menjeritkan namamu
Pengalaman Belajar di Kota Suci Qom
Pintu Gerbang Universitas Imam Khomeini Qom
Qom, kota propinsi yang terletak 140 km sebelah utara Teheran ibu kota Iran. Setiap harinya para peziarah dari berbagai daerah di Iran, bahkan luar Iran berdoa memohon keberkahan dari beberapa tempat suci diantaranya, makam dari Fatimah al-Ma'sumah, saudari dari Imam Ali ar-Ridha keturunan Rasulullah. Di kota inilah, tentara Iran pertama kali menyerah kepada milisi Revolusi Islam yang sekaligus mengakhiri rezim Shah Pahlevi. Kota Qom merupakan pusat pendidikan Syi'ah terbesar di dunia. Hampir semua tokoh Iran mencicipi pendidikan keagamaan di Qom. Sehingga tidak heran jika Qom dikatakan sebagai pusat pengkaderan calon pemimpin agama sekaligus pemimpin politik. Tak kurang dari sederet nama-nama besar seperti Imam Khomeini, Imam Musa Sadr, Ayatullah Ali Khamaeni, Ayatullah Rafsanjani (mantan Presiden Iran 2 periode), Ayatullah Taqi Mizbah Yazdi, Hujjatul Islam Sayyid Khatami (Presiden Iran sebelum Ahmadi Nejad) bahkan Husein Tabataba’i, seorang anak dalam usia tujuh tahun meraih gelar Doktor dengan meraih nilai 93 di Hijaz College Islamic University terlahir dari pusat pendidikan keagamaan di Qom. Sejak Revolusi Islam Iran , Qom sudah menjadi salah satu kota multi nasional.
Ribuan pelajar asing dari berbagai negara muslim, termasuk Indonesia , datang untuk menuntut ilmu di kota para Mullah ini. Tidak bisa dipungkiri, nama-nama besar tadi menjadi daya tarik bagi pelajar asing. Meski popularitasnya dikalangan kaum muslimin tidak sebagaimana Al Azhar di Mesir, namun Qom pun sudah pantas untuk disebut sebagai kota pelajar. Untuk menarik minat para pelajar asing, pemerintah Iran mengobral berbagai fasilitas serba gratis dari D3 sampai S3, dari fasilitas penginapan sampai beasiswa seratus persen. Dan sayapun termasuk seorang pelajar yang menimba ilmu di Qom , yang bukan saja tidak mengeluarkan biaya sama sekali malahan mendapat uang saku per bulannya. Dan bagi pelajar yang telah berkeluarga disediakan apartemen khusus sehingga dengan belajar di luar negeri tidak harus meninggalkan keluarganya di tanah air, sebab merekapun bisa ikut serta.
Metode belajarnya terbilang unik, yang digunakan adalah sistem diskusi kecil. Sistem ini menyertakan 5 sampai 10 mahasiswa yang membahas satu mata kuliah. Kuliahpun tidak selalu dilakukan di dalam ruangan, namun sesekali di lakukan di tempat-tempat terbuka.
Karenanya, kalau berkesempatan datang ke Qom, dengan mudah dapat disaksikan banyak sekali kelompok kecil yang sibuk mendiskusikan ilmu-ilmu agama, dari fikih sampai filsafat. Teman-teman menyebut metode belajar ini dengan sebutan metode Freiran. Tentu saja ini berbeda dengan Mesir (yang menurut informasi dari seorang teman yang belajar disana) masih menerapkan sistem klasikal dengan jumlah mahasiswa yang mencapai ratusan untuk setiap kelasnya. Di Qom jumlah peserta kuliah dibatasi sampai sepuluh orang setiap kelasnya. Hal ini memungkinkan setiap pengajar mengenal dengan baik tiap-tiap mahasiswanya dan proses pembelajaranpun berlangsung akrab dan intensif. Kegiatan ekstrakurikuler pun bisa menjadi pilihan bagi mahasiswa untuk mengisi waktu senggangnya, mulai kegiatan olahraga seperti, renang, sepakbola, karate, taekwondo dan beberapa khusus olahraga Iran maupun kegiatan seni, seperti khat (seni kaligrafi), Tanfidz Qur'an dan sebagainya.
Yang unik lagi, meskipun Hauzah Ilmiyah yang mengkaji tentang ilmu-ilmu Islam tidak ada aturan khusus yang mengatur cara berpakaian mahasiswa, sebagaimana santri-santri yang belajar di pesantren-pesantren Indonesia, kami tetap dibiarkan masuk ke ruang kuliah dengan gaya berpakaian yang kami mau (asal tetap rapidan sopan), sehingga saya pribadi dan beberapa teman masih setia dengan kaos oblong ke ruang-ruang kuliah.
Hal yang menarik lainnya, masyarakat Iran sangat menghormati pelajar-pelajar asing. Pelajar asing mengingatkan mereka dengan pendahulunya, Abu Dzar Al-Ghiffari dan Salman al- Farisi yang berjalan kaki dari Persia untuk bertemu langsung dengan Rasulullah SAW di Mekah untuk menimba ilmu. Sehingga mereka terkadang memberikan perlakuan khusus dan istimewa terhadap pelajar asing. Terkadang jika naik taksi oleh supir digratiskan, ataupun ketika berbelanja harganya lebih murah, kalau antri di dahulukan dan sebagainya. Meskipun tidak bisa dipungkiri tidak sedikit pula yang membenci dan tidak senang dengan kedatangan pelajar-pelajar asing. Terutama dari kelompok yang anti revolusi Islam. Di antara sekian banyak madrasah tradisional yang bertebaran di seputar kota Qom, terdapat pula lembaga-lembaga pendidikan modern, seperti Universitas Imam Khomeini dan Muassasah Imam Khomeini, yang mulai mengadopsi sitem pengajarn modern, di samping sistem tradisional yang tetap dipertahankan. Media pengajarannyapun mengalami modenisasi.
Ribuan literatur penting, baik dari kalangan sunnah maupun syiah telah di rekam dalam CD dan belajar dengan sistem komputerisasi. Mahasiswa asal Indonesia termasuk pelajar asing yang terbesar di Qom . Jumlahnya sekarang melebihi 200 orang, yang tersebar di berbagai Universitas dan Hauzah Ilmiyah. Karenanya, Indonesiapun dikenal oleh masyarakat Iran melalui interaksi dengan mahasiswa-mahasiswa asal Indonesia. Selain lembaga-lembaga formal, di kota Seribu Mullah ini, bertebaran majelis-majelis kajian yang berjalan rutin dan bisa diikuti semua kalangan secara gratis. Istimewanya, para narasumber yang mengisi majelis-majelis tersebut bukanlah orang sembarangan.
Tak kurang nama-nama beken seperti Ayatullah Javadi Amuli, Ayatullah Makarim Syirazi, Ayatullah Muhammad Taqi Mizbah Yazdi, Sayyid Kamal Haedari, Ayatullah Jaf'ar Subhani dan deretan Ayatullah lainnya mengajar di majeli-majelis kajian bebas tadi. Masyarakat Qom pun termasuk masyarakat yang punya tradisi belajar yang sangat tinggi, jadi sangat sesuai dengan keberadaan para Ayatullah di Qom. Masjid-masjid tidak hanya mereka jadikan tempat shalat berjama'ah melainkan juga sebagai 'ruang kuliah' dengan mendengarkan ceramah-cermah setiap harinya dari para Ayatullah, dari persoalan fikih hari-hari sampai pada pembahasan filsafat yang rumit.
Jumlah perpustakaan dan toko bukupun tersebar di mana-mana, dengan harga yang sangat terjangkau. Bahkan persentase keberadaan toko buku lebih tinggi dibanding toko yang menjual barang/jasa lainnya. Tidak cukup dengan itu, di emperan-emperan toko sangat mudah menemukan orang yang menggelar buku sebagai barang jualannya.
Inilah sekilas tentang Qom, kota dari sebuah negeri yang menjadikan Islam sebagai asas pemerintahannya, tempat ilmu bisa ditimba sebebas-bebasnya dan gratis segratis cahaya matahari.11 Februari, 2008
Iran dan Revolusi yang Belum Selesai
Hari ini, rakyat Iran memasuki hari 22 Bahman, Hari Kemenangan revolusi Islam 29 tahun lalu, yang bertepatan dengan 11 Februari tahun 1979, dalam penanggalan Iran tanggal 22 Bahman 1357. Suasana gegap gempita di mulai dari sepuluh hari sebelumnya, yang merupakan hari kedatangan Imam Khomeini di Iran setelah pengasingannya di Perancis. Di seluruh pelosok negeri rakyat Iran melantunkan senandung kemenangan. Gerakan massa yang dipimpin Imam Khomeini berhasil menumbangkan kekuasaan Rezim Syah Pahlevi. Kemenangan itu sekaligus membuktikan kekuataan massa tanpa senjata melawan rezim yang terkuat di Timur Tengah kala itu. Kemenangan revolusi Islam membuka lembaran baru bagi negara ini. Rakyat Iran memasang gambar-gambar Imam Khomeini, gambar para syuhada dilengkapi kata-kata perlawanan terhadap berbagai macam kedzaliman dan penindasan. Bendera Iran yang ditengahnya bertuliskan kalimat Allah berkibar dimana-mana. Suasana revolusi 29 tahun silam memang sangat heroik, dan sulit untuk dilupakan rakyat Iran. Jutaan orang turun ke jalan dalam mobilisasi massa terbesar sepanjang sejarah revolusi-revolusi dunia, berhadapan dengan kekuatan militer terkuat kelima di dunia. Dalam pertempuran demi pertempuran sebelum dan pasca revolusi lebih dari satu juta rakyat Iran yang menjadi syuhada akibat perang Revolusi ini. Kekuatan kolosal kaum ploretar yang tak pernah menjadi perkiraan pengamat politik, menjatuhkan rezim dinasti yang sempat dirayakan hari jadinya yang ke 2.500 tahun 1971 oleh Syah Pahlevi. Dalam semalam suasana berubah drastis. Dinasti monarki hancur berkeping-keping dan berdirilah Republik Islam Iran. Republik Islam yang terbentuk berkat kemenangan revolusi Islam, adalah sistem pemerintahan baru yang dikenalk
an bangsa Iran kepada dunia. Sebuah sistem pemerintahan yang tidak pernah tertulis dalam kamus politik manapun. Sistem yang menjadikan agama Islam sebagai pilar utama bagi membangun struktur politik, sosial dan budaya. Republik Islam memberikan perhatian besar kepada pembentukan spiritual dan nilai-nilai insaniah,dan inilah yang membedakan Republik Islam dari sistem-sistem pemerintahan lainnya. Memasuki Februari suasana benar-benar berganti. Muharram yang merupakan bulan berduka bagi rakyat Iran telah berlalu, kini kain hitam yang menutupi dinding-dinding rumah digantikan dengan kain berwarna hijau, putih dan merah.
Gambar-gambar Imam Khomeini dan suasana revolusi 29 tahun lalu dipasang dimana-mana. Rakyat Iran menyebut 10 hari menjelang peringatan revolusi sebagai "Dah fajar mubarak" yang artinya sepuluh hari yang penuh keberkahan. Hari kedatangan Imam Khomeini 1 Februari 1979 dari pengasingannya di Perancis dianggap hari keberkahan. Selama 10 hari ini rakyat Iran mengisinya dengan berbagai peringatan. Mimbar-mimbar masjid yang biasanya digunakan para ustadz dan da'i berkhutbah selama 10 hari ini digantikan oleh persaksian tokoh-tokoh yang terlibat dalam revolusi, materi khutbah digantikan dengan kisah-kisah kepahlawanan mereka tentang peristiwa revolusi yang spektakuler terrsebut. Mereka diberi gelar Syahid Zendeh (para syahid yang hidup) dan didaulat untuk bercerita tentang hari-hari menjelang revolusi. Mereka yang ditan
gkapi, disiksa oleh kaki tangan Syah yang anti revolusi. Di saat-saat mereka bercerita, kadang diselingi oleh pekikan takbir dari jama'ah. Setiap malam semua stasiun TV menyuguhkan film-film dokumenter yang berlatar belakang hari-hari kejatuhan Syah Pahlevi ataupun film-film yang menceritakan kisah-kisah para tokoh revolusioner. Khutbah-khutbah perlawanan Imam Khomeini kembali diperdengarkan, begitupun ceramah-ceramah Syahid Murtadha Muthahari diperdengarkan lewat loudspeaker di jalan-jalan utama. Puncak peringatan pada hari 11 Februari, semua rakyat Iran bertumpah riah di jalan raya. Mereka membuat karnaval yang terpanjang dan terbesar di dunia. Peringatan Revolusi Iran di pusatkan di dua kota besar, di Teheran dan Qom. Di Teheran tidak henti-hentinya rakyat Iran berziarah di makam Imam Khomeini, tokoh yang telah memimpin jalannya revolusi. Sedangkan di Qom dipusatkan di bekas rumah Imam Khomeini yang pernah didiaminya selama menjadi santri dan pengajar di Hauzah Ilmiyah Qom. Untuk menyebut rumah tersebut sebagai rumah Imam Khomeini sebenarnya kurang tepat, sebab rumah tersebut bukan milik pribadi Imam Khomeini melainkan status kontrakan. Rakyat Iran berjubelan di lorong kecil menuju bekas rumah kontrakan sang Imam. Mereka mencari keberkahan dari yang pernah ditinggalkan Imam Khomeini, tidak sedikit dari mereka yang menangis terisak, mengenang kesederhanaan Imam, yang meninggalkan negara yang dipimpinnya dengan harta pribadi berubah beberapa helai baju, beberapa buku, pemotong kuku, sisir dan kacamata. Masyarakat Qom patut berbangga, sebab Qom menjadi kota pertama yang terlepas dari kekuasaan Syah, rakyat Qom mampu meruntuhkan kekuasaan Syah di kota ini yang kemudian diikuti kota-kota lain, yang memaksa Syah untuk menyelamatkan diri ke Mesir beserta keluarganya.Yang menarik, di jalan-jalan bukan lagi seruan Mark barq Syah yang di lantangkan, sebagaimana 29 tahun yang lalu melainkan seruan-seruan yang sesuai konteks sekarang, Mark barq Amriko, Mark barq Israil (kebinasaan buat Amerika, kebinasaan buat Israel) dan seruan persatuan ummat Islam. Perjuangan rakyat Iran memang belum selesai, bagi mereka kedzaliman harus selalu di lawan. Persembahan Tanah Persia untuk Dunia





Setahu saya, hanya beberapa pemimpin dunia saat ini yang memadukan keberaniaan dan kesederhanaan...Fidel Castro, Eva Morales, dan Hugo Chaves yang kiri. Serta dia yang Syiah.... 10 Februari, 2008
Bush dan Teman-temannya
Bush di Arab Saudi
Jangan Cinta Bilang Benci .....
Ahlan wa Sahlan Tuan Bush.....
Mari main pedang-pedangan....
Yuk.....siaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaap gerak.......
Bush : Syeikh, apa ente tidak tahu, hukum memasang gambar itu haram....
ini bid'ah......!
03 Februari, 2008
Mata, Menangislah....
slm.abi,sdh mq makan?apa qbikin skrg?baik2 jaq?hehe..aku kpikiran trus,txata qt tdk bs tebak kehendak Tuhan ma makhlukx.qt slalu anggap bhw qt bs mlakukanx sdiri..pdhl TIDAK. smua kptusan ditagnX :-) mmbuat qt tkadang ttawa tkdang jg nangis.TUHAN-TUHAN..Engkau mmg sgalax. Kami kecil dimataMu.kalo mmang tangis mmbuat dosa km musnah, buatlah km menangis. kalo ujian& cobaan adlah jln bg kami tuk dekat kpdMu,mk ujilah kami.Kami akan menerima semuanya selagi kekuatn km msh ada (?-?).doata..wslm.
Sent: 3-Feb-2008 22:54:13
Sayang, masihkah kau ingat, waktu kau menemaniku ke gramedia, dan aku memilih buku ini. Buku yang kuanggap terbaik dari semua buku yang kumiliki. Buku yang mengajariku untuk tidak lemah, tetap tegar dan tak pernah mau meminta maaf pada kehidupan. Buku yang kau tunjukkan dan kau pilihkan buatku, sehingga akupun mantap untuk memilih apa yang harus kuyakini. Buku itu melulu berisi do'a, salah satunya do'a yang pernah kau ajari aku untuk membacanya......
Do'a KUMAIL


















