08 Maret, 2008

Iklan dan Dehumanisasi

"Segala produksi ada di sini, menggoda kita untuk memiliki, hari-hari kita diisi hasutan hingga kita tak tahu diri sendiriâ" (Mimpi yang Tak Terbeli, Iwan Fals) Dari sepenggal bait syair lagu yang saya jadikan head line tulisan ini, Iwan Fals ingin memberikan warning sebuah efek iklan yang tidak hanya sekedar meningkatkan kesadaran akan pentingnya penggunaan barang yang ditawarkan tapi juga efek dramatis dan tragis yakni menjadikan orang-orang tidak lagi mengenal dirinya, bahasa kasarnya tidak tahu diri dan secara pelan tapi pasti menuju proses pembinatangan ( bahasa halusnya dehumanisasi). Bahasa menggambarkan kekuatan terselubung dari iklan yang dapat memberangus alam bawah sadar umat manusia yang seakan tak mampu untuk dibendung lagi kemagisan kata-katanya. Tiap hari kita di serang dengan kata-kata, "Anda adalah apa yang anda kenakan."Anda adalah apa yang anda makan."Anda begitu berharga, (karenanya kenakan kosmetika ini).” dan berondongan kata-kata menghasut lainnya. ?. Akibatnya, kita lihat dengan kasat mata rakyat Indonesia semakin terberangus kemerdekaannya, dan semakin tak berdaya dalam menjaga diri dari penjajahan gaya hidup dan mimpi-mimpi kosong yang ditawarkan media massa,yang dengan bertiupnya angin reformasi, makin menggila dalam menyajikan mimpi-mimpi yang terkadang menghina akal sehat-. Sebagaimana yang dikatakan Rasulullah, bahwa sesungguhnya diantara bayan adalah sihir (H.R Bukhari). Bayan ? Apakah bayan itu? , bayan adalah komunikasi, baik dalam arti yang luas maupun dalam pengertian yang sempit. Yakni ungkapan kata atau penjelasan. Dan sebagai salah satu bentuk komunikasi baik secara audiovisual maupun tulisan setiap penampilan iklan didalamnya ada sihir, ada pengaruh yang bisa ditimbulkan. Iklan, bahwa apapun yang diungkapkannya akan mempengaruhi pikiran, merasuki pikiran, dan sangat mungkin mengakibatkan perubahan pada jiwa. Sebagai contoh, Buktinya orang kaya acapkali tidak pe de (percaya diri) bila tidak mengendarai sedan mewah, tidak makan makanan yang harganya super mahal, dan tidak mengenakan pakaian dari butik-butik eksklusif, tidak menggunakan kosmetik bermerek dari manca negara. Anak-anak orang kaya juga sering diejek bila tidak dibelikan handphone, tidak ikutan mengenakan tas dan sepatu bermerek, tidak membawa mobil sendiri ke sekolah, atau tidak suka menghambur-hamburkan uang di mal-mal dan kafe-kafe terkemuka. Sehingga orang kaya akan merasa terhina jika naik angkot misalnya, jajan di pedagang asongan, membeli baju di Pasar Butung ataupun melakukan hal-hal yang tidak ekslusif lainnya. Inilah kemudian efek psikologis negatif yang akut dari serbuan iklan, yakni adanya perubahan peta mental. Harga diri seseorang terkadang diukur dengan apa yang dimilikinya dalam bentuk material. Sehingga jika sebelumnya pakaiannya mewah, kemudian mengenakan pakaian kumal, ataupun kemudian kosmetik yang dikenakan luntur maka turun pulalah harga dirinya. Terang saja ini adalah bentuk dehumanisasi terang-terangan. Mengidentifikasikan seseorang berdasarkan benda-benda mati semacam itu, jelas-jelas melecehkan kemanusiaan. Sebab kita tidak memerlukan kecerdasan ekstra untuk menyadari bahwa kita, Anda dan saya, pertama-tama dan terutama adalah manusia. Anda bukan mobil, bukan makanan, bukan pakaian, bukan kosmetik. Anda adalah Anda. Dan anda adalah Manusia. Dan apabila sebagai manusia Anda kemudian dilihat, diperlakukan, dihargai dan dihormati berdasarkan apa yang Anda pakai atau miliki, maka apa namanya itu kalau bukan pelecehan? Saya pernah membaca suatu ungkapan, begini : "Kalau siapa saya tergantung pada apa yang saya punya, dan apa yang saya punya hilang, lalu, saya ini siapa ? " Mengerti kan maksud saya ? kita adalah makhluk yang diserahi amanah untuk menjadi khalifah di muka bumi, telah dibekali instrument-instrumen yang luar biasa untuk itu, karenanya tidak pantas dan teramat menjijikkan jika manusia dipersamakan dengan benda mati walaupun itu mobil mewah secinklon apapun bahkan berlian sekarung sekalipun.

Tidak ada komentar: