14 Juli, 2008

Menyingkap Tabir Perselisihan Kaum Muslimin

Kamis, 8 Rabiul Awal 11 H, demam Rasul SAW semakin meninggi. Beliau meminta kepada para sahabat yang berada di sekitarnya untuk mengambilkan kertas dan tinta, sayang permintaan beliau tidak diindahkan. Tentang ini, Imam Bukhari dalam shahihnya melalui sanad Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas ra, menuliskan :"Ketika ajal Rasulullah telah hampir, dan di rumah beliau ada beberapa orang, diantara mereka Umar bin Khattab ra, beliau bersabda, 'Mari kutuliskan bagi kamu sebuah surat (wasiat) agar sesudah itu kamu tidak akan pernah sesat.' Namun Umar berkata, 'Nabi telah makin parah sakitnya, sedangkan Al-Qur'an ada pada kalian. Cukuplah kitab Allah bagi kita !'. Maka terjadilah perselisihan di antara yang hadir, dan mereka bertengkar. Sebagian berkata, 'Sediakan apa yang diminta oleh Nabi SAW agar menuliskan bagi kamu sesuatu yang menghindarkan kamu dari kesesatan. Tetapi sebagian yang lain menguatkan ucapan Umar. Dan ketika keributan dan pertengkaran makin bertambah dihadapan Nabi SAW; beliau memerintahkan 'Keluar kalian dari sini !'." Hadits ini tak diragukan sedikitpun kesahihannya. Al-Bukhari meriwayatkannya sekali lagi pada bab "Al-Ilmu" (Jilid I, hal 22). Muslim meriwayatkannya dalam Shahihnya pada akhir bab al-Washiyah dan juga tertulis dalam Musnad Ahmad jilid I hal. 355. Dua maksud saya menuliskan kembali hadits di atas, pertama, menyelesaikan ‘konflik’ saya dengan Prof. Achmad Ali di Harian Fajar (7-8/11/2007), tentang benarkah nabi Muhammad SAW buta huruf ?. Teks hadits di atas jelas, Rasulullah hendak menuliskan wasiatnya, bukan minta dituliskan. Kalau Prof. Ali ‘bersikeras’ bahwa Nabi Muhammad memang buta huruf, saya juga bersikeras bahwa mengganggap nabi buta huruf sama saja penghinaan terhadap kredibilitas beliau sebagai Rasul dan Insan Kamil yang patut diteladani umatnya. Perselisihan tentang buta hurufnya Nabi hanyalah sebagian kecil dari perselisihan yang dihadapi umat ini. Lebih bijak kalau energi intelektual kita, kita tujukan untuk mencari tahu kenapa perselisihan umat Islam terjadi bahkan sejak generasi awal umat Islam. Perselisihan yang membuat peran umat Islam sebagai "ummatan wasathan" yang bertugas menyebarkan rahmat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu jawabannya (menurut saya), wasiat Nabi yang tidak sempat tertuliskan, karenanya perlu pengkajian untuk itu. Inilah tujuan kedua saya menukilkan teks hadits di atas.
Ada Apa Setelah Nabi ?
Pada dasarnya, sejarah tidak lepas dari peristiwa kelam. Sejarah setiap bangsa dan pada dasarnya sejarah umat manusia, merupakan rangkaian peristiwa menyenangkan dan tidak menyenangkan. Peristiwa-peristiwa kelam juga terjadi dalam dunia Islam dan kita tidak bisa menafikannya begitu saja. Ibnu Abbas ra menyebut peristiwa penolakan sahabat untuk memenuhi permintaan Nabi menjelang wafat sebagai Kamis Kelabu. Lebih dari itu, saling menumpahkan darah sesama kaum muslimin justru terjadi pada zaman sahabat yang disebut Rasulullah sebagai kurun terbaik. Dari khalifah ke dua sampai ke empat mati terbunuh. Semua yang membunuh termasuk muslim juga, kecuali pembunuh Khalifah Umar ra yang katanya seorang Majusi bernama Abu Lu'lu'. Peperangan Jamal, Shiffin dan Nahrawan adalah peperangan besar antara ribuan sahabat dengan sahabat lainnya. (lihat kitab-kitab Tarikh, seperti Taarikhu al-Thabari, Usduh al-Ghabah karangan Ibnu Atsir dan lainnya). Sementara Imam Husain ra (cucu Rasulullah) tak perlu banyak penjelasan. Sejarahnya sangat terkenal meskipun oleh sebagian orang selalu berusaha ditutup-tutupi. Beliau beserta kurang lebih 73 pengikutnya diperangi ribuan muslimin yang merupakan tentara kerajaan Bani Umaiyah atas perintah Yazid bin Mu'awiyah. Peristiwa ini mengabarkan bahwa kaum muslimin sepeninggal Rasulullah tidak seromantis yang kita bayangkan. Pertanyaan besar yang mesti kita dapatkan jawabannya, adalah : Apa sebenarnya yang ingin diwasiatkan Rasul kepada kita sebelum meninggalnya sehingga pengabaiannya berakibat fatal terhadap umat ini ?
Wasiat Nabi yang Diabaikan
Yang pasti wasiat yang hendak dituliskan Rasul adalah sesuatu yang pernah disampaikannya, dan hendak dipertegas kembali dengan 'hitam di atas putih', karena menyangkut masa depan umat Islam, agar tidak bercerai berai sepeninggalnya. Agama Islam telah sempurna dan tak ada lagi penambahan hukum setelah turunnya Surah Al-Maidah ayat 3 : "Pada hari ini, telah Aku sempurnakan agama untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu." Tak ada satupun ahli hadits yang menolak kesahihan hadits bahwa ayat ini diturunkan setelah Hajjatu'l-Wada (ibadah haji perpisahan). Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Rasulullah beserta rombongan berhenti di Ghaidir Khumm. Di tempat ini Nabi Muhammad menyampaikan khutbah perpisahan kepada seluruh jamaah yang ikut melaksanakan haji. Setelah membacakan khutbah maka turunlah ayat 3 dalam surah Al-Maidah tersebut. Pertanyaannya, persoalan apakah yang disampaikan Nabi dalam khutbah tersebut yang dengan itu sempurnalah agama Islam ini ?. Satu hal yang cukup misterius, jika kita mengamati keseluruhan ayat 3 dalam Surah Al-Maidah. Ayat maha penting di atas, yang Allah menyebutnya “Pada hari ini…” sampai dua kali terletak di tengah-tengah ayat yang membicarakan satu masalah yang lain sekali. Kalau memang benar, ayat-ayat Al-Qur’an disusun pada zaman kekhalifaan Usman bin Affan ra dan bukan disusun oleh Rasulullah sendiri, kita wajar mempertanyakan kelayakan peletakan ayat ini. Ada penyusunan ayat yang tampak tidak wajar, jika dibandingkan tata letak ayat-ayat Al-Qur’an lainnya. Jika ayat “Pada hari ini telah kusempurnakan” dihilangkan, aliran harmonis ayat-ayat sebelum dan sesudahnya tidak terganggu. Terkesan ayat ini sengaja disisipkan diantara ayat-ayat yang tidak ada kaitannya. Kenapa ? jawaban sementara saya, agar perhatian kita beralih kepersoalan lain setelah membaca keseluruhan ayat ini. Saya yakin, Allah SWT ‘sengaja’ memilih kata “Pada hari ini” untuk memberikan penegasan, akan pentingnya hari saat ayat ini diturunkan. Yaitu, pada hari Rasulullah menyampaikan khutbah terakhirnya yang di dalamnya, beliau menyampaikan wasiatnya. Dan wasiat ini dipungkiri atau tidak, oleh rekayasa sejarah tidak sampai kepada kita. Lihat saja, petikan hadits dalam Shahih Muslim bab al-Washiyah, Ibnu Abbas berkata, “Dan beliau (Rasulullah) mewasiatkan menjelang wafatnya,’ Keluarkan kaum musyrikin dari Jazirah Arab dan beri hadiah kepada utusan sebagaimana yang aku lakukan !’ (perawi hadits ini melanjutkan) Dan aku lupa yang ketiga”. Lihat,betapa politik waktu itu memaksa Ibnu Abbas dan perawi hadits lainnya untuk mengatakan bahwa mereka lupa. Sulit menerima bahwa mereka lupa apalagi ini wasiat nabi. Sengaja saya menukilkan semua ini, untuk mencari tahu sumber persoalan dalam internal sendiri, sebelum kita bermimpi menyelesaikan persoalan dunia. Dalam subjek apa saja, tidak tahu adalah sikap yang paling aman. Namun haruskah kita tetap berkubang dalam ketidaktahuan sementara keimanan membutuhkan semangat Horace: Sapere aude!, yakni berani tahu. Semoga tidak ada yang berkomentar saya mengada-ada atau bermaksud meresahkan. Sebab lebih meresahkan melihat umat ini tetap berselisih.
Wallahu ‘alam bishshawwab

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wasiat Nabi yang Diabaikan
Yang pasti wasiat yang hendak dituliskan Rasul adalah sesuatu yang pernah disampaikannya, dan hendak dipertegas kembali dengan 'hitam di atas putih', karena menyangkut masa depan umat Islam, agar tidak bercerai berai sepeninggalnya. Agama Islam telah sempurna dan tak ada lagi penambahan hukum setelah turunnya Surah Al-Maidah ayat 3 : "Pada hari ini, telah Aku sempurnakan agama untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu." Tak ada satupun ahli hadits yang menolak kesahihan hadits bahwa ayat ini diturunkan setelah Hajjatu'l-Wada (ibadah haji perpisahan). Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Rasulullah beserta rombongan berhenti di Ghaidir Khumm. Di tempat ini Nabi Muhammad menyampaikan khutbah perpisahan kepada seluruh jamaah yang ikut melaksanakan haji. Setelah membacakan khutbah maka turunlah ayat 3 dalam surah Al-Maidah tersebut. Pertanyaannya, persoalan apakah yang disampaikan Nabi dalam khutbah tersebut yang dengan itu sempurnalah agama Islam ini ?. Satu hal yang cukup misterius, jika kita mengamati keseluruhan ayat 3 dalam Surah Al-Maidah. Ayat maha penting di atas, yang Allah menyebutnya “Pada hari ini…” sampai dua kali terletak di tengah-tengah ayat yang membicarakan satu masalah yang lain sekali.


aib bagi anda seorang revolusioner begitu mudah menipu atau tertipu

siapa bilang surat al maidah ayat 3 turun di ghadir khum?
semoga anda diampuni Allah

Ismail Amin mengatakan...

Saya kan jelas2 menulis, tidak ada satupun ahli hadits yang menolak kesahihan hadits penggalan surah Al Maidah ayat 3 tersebut diturunkan setelah khutbah haji perpisahan yakni di Ghaidir Khum. Nah, sekarang saya bertanya ke antum, siapa yang bilang penggalan surah Al-Maidah ayat 3 tersebut bukan turun di Ghaidir Khum ?
Saya tidak menipu, berarti saya tertipu. Kalau saya benar2 tertipu berarti ribuan sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut penipu semua ha....ha....